PENGETAHUAN TRADISIONAL, MODAL SOSIAL, DAN INDIGENOUS KNOWLEDGE TERHADAP KEHIDUPAN TRADISIONAL ( STUDI KASUS PADA SOSIOLOGIS DESKRIPTIF SUKU BADUY)

Authors

  • Affendi Anwar

Abstract

Suku Baduy merupakan suku yang mengasingkan diri dan bertempat tinggal di hutan alam masih belantara dekat hulu sungai Ciujung dan Cisimeut. Mereka memisahkan diri dari lingkungan masyarakat luar serta taat dan patuh terhadap hukum adat menurut amanat leluhurnya (Karuhun), dibawah pimpinan kepala adat yang disebut Puun. Hukum adat mampu mengatur kehidupan yang rukun dan sejahtera serta menyesuaikan diri dengan alam lingkungannya dan relatif jujur dari orang modern. Suku Baduy hidup mandiri dan punya harga diri yang tinggi dan tidak mengharapkan bantuan dari pihak luar, karena mereka memiliki pengetahuan (indigenous knowledge) yang mendalam dalam pengelolaan sumber daya alam yang menjamin keberlanjutannya dan mampu menyesuaikan diri dengan perubahan eksternal sehingga tetap survive dengan kondisi baru tersebut. Pembangunan pada suku Baduy harus melibatkan Puun dan sesuai dengan indigenous knowledge mereka, sehingga masyarakat mau berpartisipasi aktif karena mereka percaya program pembangunan itu sesuai dengan tata nilai apa yang mereka yakini, percayai, inginkan dan diharapkan. Disinilah peranan masyarakat harus dikembangkan, terutama kelembagaan (institusi) yang ada dalam masyarakat, dalam proses pembangunan. Bentuk kelembagaan masyarakat yang dapat meningkatkan partisipasi aktif masyakat dalam proses pembangunan ( pemanfaatan sumber daya alam) adalah pengakuan terhadap kelembagaan hak hak ulayat. Untuk mencapai tingkat efficiency, equity dan sustainability dalam pemanfaatan sumber daya alam, maka pemerintah harus mengakui dan mengukuhkan hak hak ulayat masyarakat komunal adat, berupa hak akses dan memanfaatkan sumber daya ( misalnya hak teritorial). Apalagi jika dijamin oleh undang undang, maka mereka mempunyai insentif untuk menjaga dan memanfaatkan sumber daya yang ada, tetapi juga menjaga kelestariannya melalui usaha konservasi. Dengan pengukuhhan hak hak ulayat juga akan timbul kekuatan politik baru dari orang Baduy yang lebih kokoh pada kelompok komunal Baduy melalui peningkatan bargaining position dari masyarakat komunal untuk tidak mudah diperdayakan pihak lain yang merugikan . Jika bargaining position mereka lemah, dengan melalui rekayasa oleh pihak luar hak mereka tidak diakui, maka mereka tidak berdaya jika pihak lain tersebut ( pemerintah atau pengusaha swasta) membuat pelanggaran atau perampasan hak hak mereka, Jika hal ini terjadi maka semua upaya pembangunan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat komunal akan sia sia dan tidak akan dapat mendorong insentif untuk kearah melalukan konservasi, dan membangun "institusi kontrol" masyarakat tidak akan terwujud.

References

Daniel, Ir. Moehar. 2002. Metode

Penelitian Sosial Ekonomi. Bumi

Aksara. Jakarta.

Jayadinata, Johara T. 1986. Tata Guna

Tanah Dalam Perencanaan

Pedesaan, Perkotaan, dan Wilayah.

Penerbit ITB Bandung.

Laszlo.Z dan Istvan Kiss. 1985: Different

Dissolutions of The Man-And- Wold

Problem. Pluralism in Decision

Making, IIASA, Laxemburg,

Austria.

Mangunjaya, Dr. Fachrudin. 2015.

Mempertahankan Keseimbangan:

Peubahan Iklim, Keanekaragaman

Hayati, Pembangunan

Berkelanjutan, dan Etika Agama.

Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Jakarta.

Mardikanto, M.S., Prof. Dr. Ir. Totok dan

Dr. Ir. H. Poerwoko Soebiato, M.Si.

Pemberdayaan Masyarakat

dalam Perspektif Kebijakan Publik.

Alfabeta Bandung.

Downloads

Issue

Section

Articles